BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan
menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi dan apa yang akan
dilakukan. Rangkaian proses kegiatan Itu dilaksanakan agar harapan tersebut
dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka
waktu tertentu. Dalam bidang apapun, perencanaan merupakan unsur yang sangat
penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang dikendaki. Perencanaan dalam suatu organisasi
akan mempengaruhi ketercapaian tujuan organisasi tersebut, sesuai dengan
kalimat berikut if you fail to plan, you
are planning to fail yang dapat diartikan jika anda gagal dalam
perencanaan, maka anda merencanakan kegagalan.
Perencanaan adalah kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan dari sejumlah
pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di masa depan
guna mencapai tujuan yang diinginkan, serta pemantauan dan penilaian atas
perkembangan hasil pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan (dikutip dari KepMen Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 Tentang Jabatan
Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya). Melihat betapa strategisnya
perencanaan dalam suatu organisasi, maka seorang perencana atau orang yang
membuat rencana, dalam bidang apapun perencanaan tersebut dibuat, haruslah
seseorang yang memiliki pengetahuan, keahlian, serta persiapan akademik dalam
bidangnya. Perencana dapat dikatakan sebagai sebuah profesi, karena untuk
menjadi perencana dibutuhkan seseorang yang memiliki kompetensi yang telah
terstandarasisasi. Untuk dapat memahami perencana sebagai sebuah profesi,
dibutuhkan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab seorang perencana
sehingga kita dapat mengetahui kualifikasi yang dipersyaratkan serta analisis
kompentensi apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang perencana.
Pendidikan
ialah elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan suatu
bangsa. Pendidikan merupakan bagian dari proses pembangunan, tanpa pendidikan
pembangunan tidak akan memiliki kekuatan untuk membangun, dan pembangunan tidak
akan memiliki arah dan mengalami kemunduran. Untuk itulah seharusnya pendidikan
menjadi salah satu prioritas yang mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak
khususnya pemerintah.Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan salah satu
faktor kunci bagi efektifitas keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis
pendidikan pada tingkat nasional, maupun lokal.Namun dilihat dari realitas,
perencanaan pendidikan belum dilakukan secara optimal terutama dalam pembuatan
kebijakan pendidikan sehingga tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat
tercapai.Hal ini dapat terlihat dari berbagai isu tentang permasalahan
pendidikan serta berbagai upaya yang telah ditempuh pemerintah melalui
kebijakan-kebijakan yang di ambil dalam upaya pemecahan masalah namun belum
juga mampu memecahkan permasalahan yang ada.
Perencanaan
dalam pendidikan merupakan faktor kunci keberhasilan tercapainya tujuan
pendidikan, baik dalam tingkat makro yaitu tujuan pendidikan secara nasional
dan tingkat mikro yaitu lembaga-lembaga pendidikan. Tujuan perencanaan
pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan menggariskan strategi pendidikan
yang sesuai dengan kebijakan pemerintah
yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa yang akan datang
dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan pendidikan.
Perencanaan
pendidikan erat kaitanya dengan perencanaan pembangunan nasional, karena yang
menjadi muara garapannya adalah manusia dan jika perencanaan pendidikan
tersebut bersifat nasional maka keberlangsungan bangsa Indonesia bergantung
pada perencanaan tersebut.Perencana pendidikan haruslah orang-orang yang
memiliki kompetensi serta kualifikasi yang dapat dipertanggung jawabkan, bukan
hanya orang yang memiliki kepentingan politik dalam pembuatan kebijakan pendidikan.
Dari pemaparan tersebut, kita sebagai orang yang merasakan imbas dari kebijakan
pendidikan, perlu mengetahui kompetensi serta kualifikasi apa saja yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang perencana pendidikan.
B.
Tujuan
Tujuan dalam penyusunan malakah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui persyaratan profesi dari seorang perencana secara umumdan khususnya
perencana pendidikan.
2.
Untuk
mengetahui deskripsi tugas dan tanggung jawab profesi perencana.
3.
Untuk
mengetahui kualifikasi persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan seorang
perencana.
C.
Dasar hukum
Adapun dasar hukum tentang profesi perencana
yaitu:
1. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
4. Undang-undang Republik Indonesia No.5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang jabatan fungsional
Pegawai Negeri Sipil.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang wewenang
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang kenaikan pangkat
Pegawai Negeri Sipil.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan
pelatihan Pegawai Negeri Sipil.
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang
rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil.
10. Keputusan Presiden Nomor 163 Tahun 2000 tentang kedudukan, tugas,
fungsi, kewenangan, sususnan organisasi, dan tata kerja menteri Negara.
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 173 Tahun 2000tentang
kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, sususnan organisasi, dan tata kerja
lembaga pemerintah non departemen.
12. Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 tentang
Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Konsep dasar Profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan dalam bidang
tertentu. Tetapi tidak semua pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi. Menurut
Vollmer (dalam Udin Syaefudin Saud, 2011, Hlm. 5) dengan pendekatan kajian
sosiologik, mempersepsikan bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan
suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya
bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun demikian, bukanlah merupakan hal mustahil untuk mencapainya
asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya. Proses usaha
menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal
itulah yang dimaksudkan dengan
profesionalisasi.
Menurut Sanusi (dalam Udin Syaefudin Saud, 2011, Hlm. 6) profesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan
oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiaapkan secara khusus
untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut
dengan profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani
profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu
profesi (in-service training). Diluar
pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi
kependidikan.
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat
syarat atau ciri ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti ( Mc Cully, 1963 ;
Tolbert, 1972 ; dan Nugent, 1981mengutip
dalam dokumen bebas di Internet oleh Kiswara ) telah merumuskan syarat syarat atau ciri ciri utama dari suaru profesi
sebagai berikut:
- Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki
fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
- Untuk
mewujutkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya ( petugas
dalam pekerjaan itu ) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang
didasarkan atas teknik teknik intelektual, dan keterampilan keterampilan
tertentu yang unik.
- Penampilan
pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan
bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut
pemecahan dengan menggunakan teori dam metode ilmiah.
- Para anggotanya
memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas,
sistimatis, dan eksplisit, bukan hanya didasarkan atas akal sehat (
common sense ) belaka
- Untuk dapat
menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka
waktu yang cukup lama.
- Para anggotanya
secara tegas dituntut memiliki kompetensi menimum melalui prosedur seleksi
, pendidikan dan latihan serta lisensi ataupun sertifikat.
- Dalam
menyelenggarakan pelay.anan kepada fihak yang dilayani para anggota
memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat
dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan
berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan professional yang dimaksud.
- Para anggotanya
baik perorangan maupun kelompok lebih mementingkan pelayanan yang bersifat
sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
- Standar tingkah
laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat ( eksplisit ) melalui kode
etik yang benar benar diterapkan. Setiap pelanggaran atas kode etik dapat
dikenakan sanksi tertentu.
- Selain berada dalam pekerjaan itu para anggotanya terus menerus
berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti
secara cermat literature dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan
memahami hasl hasil riset serta berperan serta secara aktif dalam
pertemuan pertemuan sesama anggota.
Selain itu Nani dalam dokumen bebas
di Internet, meringkas secara umum beberapa
ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat
ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional
adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi
di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan
menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta
suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
B.
Profesionalisasi Profesi Perencana
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara
(KEMENPAN) No. 16 tahun 2001 dalam Bab 1 pasal
1 mengenai profesi perencana bahwa perencana adalah Pegawai Negeri Sipil yangdiberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
kegiatan perencanaan pada unit perencana tertentu. Sedangkan perencanaan adalah kegiatan-kegiatan
pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang
akan dilaksanakan di masa depan guna mencapai tujuan yang diinginkan, serta
pemantauan dan penilaian atas perkembangan hasil pelaksanaanya, yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan. Rencana adalah produk kegiatan perencanaan berupa rencana kebijaksanaan, rencana
program, dan rencana proyek baik lingkup makro, sektor, ataupun daerah. Kegiatan
perencanaan adalah suatu proses yang dilakukan secara teratur, sistematis,
berdasarkan pengetahuan, metode ataupun teknik tertentu yang menghasilkan
rencana kebijaksanaan, rencana program dan rencana proyek serta pemantauan dan penilaian atas
perkembangan hasil pelaksanaan.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa jabatan
fungsional perencana termasuk dalam rumpun manajemen. Perencana berkedudukan
sebagai Pelaksaana
Kegiatan Teknis Fungsional Perencanaan dilingkungan Instansi Pemerintah.
1.
Kualifikasi Jabatan Perencanaan
Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam jabatan Perencana yaitu sebagai berikut:
a.
Berijazah
serendah-rendahnya Sarjana (S1) dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
untuk jabatan Perencana;
b.
Pangkat
serendah-rendahnya Penata Muda golongan ruang III/a;
c.
Telah
mengkuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang perencanaan,
dan;
d.
Setiap
unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan
lain kedalam jabatan Perencana dapat dipertimbangkan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Memenuhi
syarat dalam jabatan perencana;
b.
Memiliki
pengalaman dalam kegiatan perencanaan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
c.
Usia
setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai usia pensiun
dari jabatan terakhir yang didudukinya, dan;
d.
Setiap
unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir.
2.
Unsur dan Sub Kegiatan Perencana
Perencana sebagai jabatan fungsional pada Lembaga
Kedinasan memiliki unsur dan sub-unsur dijelaskan dalam KEMENPAN No. 16 tahun 2001 dalam Bab III
pasal 5 yaitu sebagai berikut:
a.
Pendidikan,
meliputi :
1.
Mengikuti
pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijasah
2.
Mengikuti
pendidikan dan pelatihan kedinasan di bidang perencanaan dan mendapat
sertifikat dan/atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL)
b.
Kegiatan
perencanaan meliputi :
1.
Identifikasi
permasalahan
2.
Perumusan
alternatif kebijakan perencanaan
3.
Pengkajian
alternatif
4.
Penentuan
alternatif dan rencana pelaksanaan
5.
Pengendalian
pelaksanaan
6.
Penilaian
hasil pelaksanaan
c.
Pengembangan
profesi meliputi:
1.
Membuat
karya tulis/karya ilmiah di bidang perencanaan
2.
Menterjemahkan/menyadur
buku di bidang perencanaan
3.
Berpartisipasi
secara aktif dalam penerbitan buku di bidang perencanaan
4.
Berparsitipasi
secara aktif dalam pemaparan (ekspose) draft/pedoman modul di bidang
perencanaan
5.
Melakukan
studi banding di bidang perencanaan
6.
Melakukan
kegiatan pengembangan di bidang perencanaan
7.
Melakukan
kegiatan pengembangan di bidang perencanaan
d.
Penunjang
kegiatan perencanaan meliputi:
1.
Mengajar/melatih/melakukan
bimbingan di bidang perencanaan pembangunan
2.
Mengikuti
seminar/lokakarya di bidang perencanaan pembangunan
3.
Menjadi
pengurus organisasi profesi
4.
Menjadi
anggota delegasi dalam pertemuan internasional
5.
Keanggotan
dalam Tim Penilai Jabatan Perencana
6.
Memperoleh
gelar kesarjanaan lainnya
7.
Memperoleh
penghargaan/tanda jasa di bidang perencanaan
3.
Jenjang Jabatan dan Pangkat
Jenjang jabatan Perencana terdiri atas:
a) Perencana Pertama;
b) Perencana Muda;
c) Perencana Madya;
d) Perencana Utama.
Sedangkan pengkat dari golongan ruang jenjang jabatan
perencana adalah:
a.
Perencana
Pertama, terdiri atas :
1.
Penata
Muda, Golongan Ruang III/a; dan
2.
Penata
Muda Tingkat I, Golongan Ruang III/b.
b.
Perencana
Muda, terdiri atas :
1.
Penata,
Golongan Ruang III/c; dan
2.
Penata
Tingkat I, Golongan Ruang III/d.
c.
Perencana
Madya, terdiri atas :
1.
Pembina,
Golongan Ruang IV/a;
2.
Pembina
Tingkat I, Golongan Ruang IV/b; dan
3.
Pembina
Utama Muda, Golongan Ruang IV/c.
d.
Perencana
Utama, terdiri atas :
1.
Pembina
Utama Madya, Golongan Ruang IV/d; dan
2.
Pembina
Utama, Golongan Ruang IV/e.
4.
Rincian Kegiatan dan Unsur yang dinilai dalam
memberikan Angka Kredit dalam KEMENPAN No.16 Tahun 2001
Rincian kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Perencana
adalah sebagai berikut:
a.
Perencana
Pertama:
1.
Mengumpulkan
data dan informasi melalui pengumpulan data sekunder.
2.
Melakukan
inventarisasi sumber daya yang potensial dalam rangka identifikasi permasalahan.
3.
Melakukan
kodifikasi data dalam rangka pengolahan data dan informasi.
4.
Memasukan
data dan informasi dalam rangka pengolahan data dan informasi.
5.
Melakukan
tabulasi data dan informasi dalam rangka pengolahan data dan informasi.
6.
Mengolah
data dalam rangka pengolahan data dan informasi.
7.
Membuat
diagram dan table dalam rangka penyajian data dan informasi.
8.
Menyajikan
latar belakang masalah dalam rangka penyajian data dan informasi.
9.
Menentukan
jenis permasalahan dalam rangka perumusan permasalahan.
10.
Merumuskan
kriteria untuk menilai alternatif dalam rangka pengkajian alternative.
11.
Menulis
saran dalam rangka penentuan kriteria untuk menilai alternative.
12.
Membuat
laporan perkembangan pelaksanaan secara obyektif dalam rangka pengendalian
pelaksanaan.
13.
Mengefektifan
pelaksanaan dalam rangka pengumpulan, penyajian, dan penganalisaan data dan
informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan.
14.
Mengefektifan
tujuan dalam rangka pengumpulan, penyajian, dan penganalisaan data dan
informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan.
15.
Melakukan
pengumpulan data dan informasi untuk menilai dampak kemasyarakatan/lingkungan.
b.
Perencana
Muda
1.
Menyusun
desain dan instrumentasi dalam rangka pengumpulan data dan informasi.
2.
Mengumpulkan
data primer dalam rangka pengumpulan data dan informasi.
3.
Mereview
kelengkapan data dalam rangka pengelohan data dan informasi.
4.
Memformulasikan
sajian untuk analisis dalam rangka penyajian data dan informasi.
5.
Menganalisis
hasil-hasil pembangunan dalm rangka analisis data dan informasi.
6.
Mengevaluasi
data yang sudah ada dalam rangka analisi data dan informasi.
7.
Menyusun
nearca sumber daya yang potensial dalm rangka analisis data dan informasi.
8.
Menentukan
tingkat permasalahan dalam rangka perumusan permasalahan.
9.
Menentukan
factor-faktor penyebab permasalahan dalam rangka perumusan permasalahan.
10.
Melakukan
studi pustaka yang memperkuat landasan/kerangka teoritis dalam rangka
penyusunan model hubungan kausal/fungsional.
11.
Menyusun
spesifikasi model dalam rangka penyusunan model hubungan kausal/fungsional.
12.
Mengkonsultasikan
dengan pihak/lembaga yang kompeten dalam rangka penyusunan model hubungan
kausal/fungsional.
13.
Memasukan
data ke dalam model yang akan dipakai dalam rangka pengujian model.
14.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam rangka perencanaan
kebijaksanaan strategis jangka pendek.
15.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis regional.
16.
Merumuskan
tujuan-tujuan relistis yang dapat dicapai dalam perencanaan program strategis
regional.
17.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan proyek sector
tunggal.
18.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan strategis jangka pendek.
19.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan strategis regional.
20.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dalam perencanaan program strategis regional.
21.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dalam perencanaan proyek sector tunggal.
22.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiyaan yang diperlukan dalam perencanaan
kebijaksanaan strategis jangka pendek.
23.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiyaan yang diperlukan dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis regional.
24.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
program strategis regional.
25.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
proyek sector tunggal.
26.
Merumuskan
prosedur pelaksanaan dalam rangka penentuan alternatif dan rencana pelaksanaan.
27.
Merumuskan
saran tindakan korektif yang diperlukan dalam rangka pengendalian pelaksanaan.
28.
Menyusun
desain awal efektifitas pelaksanaan dalam rangka penilaian hasil pelaksanaan.
29.
Menyusun
desain awal efektifitas tujuan dalam rangka penilaian hasil pelaksanaan.
30.
Menyusun
desain awal dampak kemasyarakatan/lingkungan dalam rangka penilaian hasil
pelaksanaan.
31.
Menganalisis
dan menyajiakan data dan informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan
efektifitas pelaksanaan.
32.
Menganalisis
dan menyajikan data dan informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan efektifitas
tujuan.
33.
Menganalisis
dan menyajikan data dan informasi untuk penilaian hasil pelaksanaan dampak
kemasyarakatan/lingkungan.
34.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis jangka pendek.
35.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis regional.
36.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan program
strategis regional.
37.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan proyek sektor
tunggal.
c.
Perencana
Madya
1.
Menyusun
landasan kerangka teoritis dan model dalam rangka penyusunan model hubungan
kausal/fungsional.
2.
Menyusun
asumsi/hipotesis model dalam rangka penyusunan model hubungan kausal/fungsional.
3.
Mengkaji
hasil-hasil pengujian model dalam rangka perumusan alternatif kebijaksanaan.
4.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis jangka menengah.
5.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis sectoral.
6.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan program strategis jangka
menengah.
7.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan program strategis sectoral.
8.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai dalam perencanaan proyek multi sectoral.
9.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan jangka menengah.
10.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan strategis sectoral.
11.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan program strategis menengah.
12.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan program strategis sectoral.
13.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan proyek multi sector.
14.
Menulis
saran alternatif dan saran rencana pelaksanaan dalam rangka penentuan
alternatif dan rencana pelaksanaan.
15.
Menyusun
perkiraan dan menentukan anggaran/pembiyaaan yang diperlukan dalam perencanaan
kebijaksanaan strategis jangka menengah.
16.
Menyusun
perkiraan dan menentukan anggaran/pembiayaan yang di perlukan dalam perencanaan
kebijaksanaan strategis sektoral .
17.
Menyusun
perkiraan dan menentukan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
program strategis jangka menengah.
18.
Menyusun
perkiraan dan menentukan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
program strategis sectoral.
19.
Menyusun
perkiraan dan menentukan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
proyek multi sector.
20.
Mengarahkan
pelaksanaan dalam rangka pengendalian pelaksanaan.
21.
Memantau/memonitor
kegiatan pelaksanaan/perkembangan dalam rangka pengendalian pelaksanaan.
22.
Menyusun
desain akhir efektifitas pelaksanaan
23.
Menyusun
desain akhir efektifitas tujuan.
24.
Menyusun
desain akhir dampak kemasyarakatan/lingkungan
25.
Melaporkan
penilaian hasil pelaksanaan.
26.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis jangka menengah.
27.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan kebijaksanaan
strategis sectoral.
28.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan program
strategis jangka menengah.
29.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan program
strategis sectoral.
30.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan proyek multi sector.
d.
Perencana
Utama
1.
Melakukan
penyesuaian yang diperlukan bagi pencapaian tujuan dalam rangka perumusan
alternatif kebijaksanaan.
2.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai perencanaan kebijaksanaan strategis
jangka panjang.
3.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai perencanaan kebijaksanaan strategis
makro.
4. Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai perencanaan program jangka panjang.
5. Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai perencanaan program strategis makro.
6.
Merumuskan
tujuan-tujuan realistis yang dapat dicapai perencanaan proyek kawasan.
7.
Menentukan
kriteria untuk menilai alternatif proses pengambilan keputusan dalam rangka
pengkajian alternative.
8.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan strategis jangka panjang.
9.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan kebijaksanaan makro.
10.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan program strategis jangka panjang.
11.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan program strategis makro.
12.
Mengkaji
alternatif-alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam
perencanaan proyek kawasan.
13.
Memproses
pengambilan keputusan dalam rangka penentuan alternatif dan rencana
kebijaksanaan.
14.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
kebijaksanaan strategis jangka panjang.
15.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
kebijaksanaan strategis makro.
16.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
program strategis jangka panjang.
17.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perancanaan
program strategis makro.
18.
Menyusun
perkiraan dan penentuan anggaran/pembiayaan yang diperlukan dalam perencanaan
proyek kawasan.
19.
Merumuskan
dan menentukan ukuran kemajuan pelaksanaan dalam rangka pengendalian
pelaksanaan.
20.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam kebijaksanaan strategis
jangka panjang.
21.
Menulis
menulis saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam kebijaksanaan
strategis makro.
22.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan program
strategis jangka panjang
23.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang .program
strategis makro.
24.
Menulis
saran mengenai tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan proyek kawasan.
Penilaian Angka Kredit pelaksanaan tugas tersebut
ditetapkan sebagai berikut:
a.
Perencana
yang melaksanakan tugas Perencana di atas jenjang jabatannya,
angka kredit yang diperoleh ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari
angka kredit setiap butir kegiatan yang dilakukan.
b.
Perencana
yang melaksanakan tugas Perencana dibawah jenjang jabatannya, angka kredit yang
diperoleh ditetapkan sama dengan angka kredit dari setiap butir kegiatan yang
dilakukan.
Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan
angka kredit, terdiri dari:
a. Unsur Utama;
b. Unsur Penunjang.
Unsur Utama terdiri atas:
a. Pendidikan;
b. Kegiatan perencanaan;
c. Pengembangan profesi.
Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang
harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri Sipil jabatan Perencana yaitu dengan
ketentuan:
a.
Sekurang-kurangnya
80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama, dan;
b.
Sebanyak-banyaknya
20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.
5.
Penilaian dan Penetapan Angka Kredit dalam
Peraturan KEMENPAN NO.16 TAHUN 2001
Penilaian terhadap prestasi kerja Perencana
yaitu oleh Tim Penilai, yang dilakukan setelah menurut perhitungan sementara
pejabat yang bersangkutan telah memenuhi Jumlah Angka Kredit yang dipersyaratkan.
Adapun pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit Perencana yaitu sebagai
berikut:
a.
Kepala
Bappenas atau pejabat lain yang ditunjuk, bagi Perencana Utama di lingkungan
Bappenas dan instansi lainnya baik pusat maupun daerah.
b.
Sekretariat
Utama Bappenas atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Perencana Pertama sampai
dengan Perencana Madya di lingkungan instansi masing-masing.
Keanggotaan Tim
Penilai Pusat, Tim Penilai Bappenas,
Tim Penilai Instansi, Tim Penilai Provinsi, dan Tim Peniali Kabupaten/Kota,
terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dengan susunan sebagai berikut :
a.
Seorang
Ketua merangkap anggota;
b.
Seorang
Wakil Ketua merangkap anggota;
c.
Seorang
Sekretaris merangkap anggota;
d.
Sekurang-kurangnya
4 (empat) orang anggota.
Usul penetapan angka kredit diajukan oleh :
a.
Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat, Sekertaris Utama Bappenas, Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi atau Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau Pejabat Tim lain yang ditunjuk,
kepada Kepala Bappenas sepanjang mengenai Angka Kredit Perencana Utama;
b.
Pejabat
Eselon II yang menangani Kepegawaian Bappenas Kepada Sekertaris Utama Bappenas
bagi Perencana Pertama sampai dengan Perencana Madya di lingkungan Bappenas;
c.
Masing-masing
pimpinan yang membawahi Unit Perencana (Eselon II) kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat atau pejabat lain yang ditunjuk, sepanjang mengenai Angka
Kredit Perencana Pertama sampai dengan Perencana Madya di lingkungan instansi
masing-masing.
d.
Ketua
Bappeda Propinsi atau Ketua Bappeda Kabupaten/Kota kepada Gubernur,
Bupati/Walikota sepanjang mengenai Angka Kredit Perencana Pertama sampai dengan
Perencana Madya di lingkungan pemerintah daerah masing-masing.
6.
Penyesuaian dalam Jabatan dan Angka Kredit
a) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan
keputusan ini telah melaksanakan tugas di bidang perencana berdasasrkan
keputusan pejabat yang berwenang, dapat diangkat dalam jabatan perencana dengan
ketentuan :
1)
Berijazah
serendah-rendahnya Sarjana (S1);
2)
Pangkat
serendah-rendahnya Penata Muda Golongan Ruang III/a;
3)
Setiap
unsur penilaian prestasi kerja, sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir.
b)
Memenuhi Angka kredit
kumulatif jabatan perencana;
c)
Pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan
perencana, ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai dengan
peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
d)
Untuk
kepentingan dinas dan atau menambah pengetahuan, pengalaman dan pengembangan karier,
Perencana dapat dipindahkan ke jabatan structural atau jabatan fungsional
lainnya sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF
SOLUSI
A. Identifikasi Permasalahan
Fenomena yang kami lihat,disertai wawancara narasumber di Badan Perencanaan
Daerah Provinsi Jawa Barat terhadap
profesi Jabatan Fungsional Perencana yaitu bahwa jabatan fungsional masih
dinilai jabatan yang biasa saja. Maksudnya, jabatan fungsional ini masih sering
mengalami pergantian, atau perpindahan, padahal jabatan fungsional sangat
dibutuhkan terutama bagian perencana. Informasi serta data yang kami peroleh
saat melakukan wawancara yaitu, jabatan fungsional perencana berjumlah 25
orang, itupun sering mengalami perubahan karena berpindahnya pegawai ke jabatan
struktural.
Jika dianalisis, jabatan fungsional perencana dalam KEMENPAN no.16 tahun
2001, tercantum syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menduduki jabatan
fungsional perencana dan salah satunya telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
(Diklat). Ketika, seseorang yang berada pada jabatan fungsional perencana, lalu
berpindah ke jabatan struktural karena mutasi kebijakan pimpinan, tentulah
jabatan fungsional perencana akan mengalami kekosongan, dan ini akan menghambat
dalam merumuskan rencana-rencana untuk mewujudkan
tujuan lembaga. Karena, tidak semua orang memiliki kemampuan dalam hal
perencanaan, dan butuh waktu untuk menjadi perencana yang baik. Konsistensi
jabatan fungsional pada lingkungan Pegawai Negeri Sipil yang kurang tegas
mengakibatkan tidak adanya kejelasan
pada jabatan fungsional perencana,
meskipun pada dasarnya semua orang mampu merencanakan. Dijelaskan pada Bab II
pasal 2, pasal 3, dan pasal 4 bahwa perencana termasuk kedalam rumpun manajemen
dan sebagai pelaksana teknis fungsional perencana dilingkungan Instansi
Pemerintah. Tugas pokok perencana adalah menyiapkan, melakukan, dan menyiapkan
kegiatan perencanaan. Pada Bab 1 Pasal 1 menerangkan bahwa kegiatan perencanaan
adalah suatu proses yang dilakukan secara teratur, sistematis, berdasarkan
pengetahuan, metode ataupun teknik tertentu yang menghasilkan rencana
kebijaksanaan, rencana program dan rencana proyek serta pemanatauan dan
penilaian atas perkembangan hasil pelaksanaan. Sesuai dengan ketentuan yang
dijelaskan pada Bab 1, jabatan fungsional perencana ini bukan hanya kegiatan
merencanakan saja, tetapi juga sebagai penilai dan mengawasi setiap program
perencana tersebut, atau biasa disebut pelaksana teknis.
Dilihat dari struktur kelembagaan jabatan fungsional seharusnya memiliki
ruang gerak tersendiri, yaitu garis komando langsung dari pimpinan. Pada
kenyataannya ini, jabatan fungsional ditempatkan atau menyatu kepada jabatan
struktural. Alasan inilah mengapa jabatan fungsional perencana bisa berpindah
alih ke jabatan struktural.
B. Alternatif Solusi
Untuk itu dalam
menentukan pemecahan solusi maka akan dijabarkan terlebih dahulu dalam analisis
SWOT (strenght, weakness, opportunity,
treat) yaitu sebagai berikut:
ร Analisis Kekuatan (strenght)
1. Adanya payung hukum yang legal mengenai
profesi perencana/jabatan fungsional perencana (KEMENPAN No.16 tahun 2001).
2. Adanya ketentuan dan syarat yang harus
dipenuhi dalam jabatan fungsional perencana, sehingga tidak semua orang dapat
mendudukinya.
3. Langkah-langkah yang ada selalu dilakukan
secara terus menerus, yaitu menyusun, melaksanakan dan evaluasi
ร Analisis Kelemahan (Weakness)
1. Kebijakan pimpinan tentang perpindahan jabatan
dalam lingkungan pegawai negeri sipil.
2. Adanya peraturan yang memperbolehkan jabatan
fungsional perencana untuk berpindah jabatan.
3. Tidak adanya bidang khusus perencanaan di
dalam strukturnya.
4. Belum adanya “pranata komputer” dalam
struktur organisasi yang ada di Bappeda.
ร Analisis Peluang (Opportunity)
1. Adanya kesempatan untuk menjadi Tim Penilai
dan kenaikan pangkat dalamkan jabatan.
ร Analisis Ancaman (treat)
1. Jabatan struktural yang lebih nyaman.
Dari analisis SWOT tersebut dapat di identifikasi alternatif solusi yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1. Peraturan yang jelas bagi jabatan fungsional
di Instansi Pemerintah, untuk tidak adanya mutasi jabatan ke jabatan
struktural.
2. Kebijakan pimpinan dalam rotasi jabatan untuk
adanya ketegasan bahwa jabatan fungsional perencana hanya di mutasikan dalam
jabatan fungsional perencana, hanya saja perpindahan bidang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Perencanaan adalah kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan dari sejumlah
pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di masa depan
guna mencapai tujuan yang diinginkan, serta pemantauan dan penilaian atas
perkembangan hasil pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan (dikutip dari KepMen Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 Tentang Jabatan
Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya).
Perencanaan
dalam pendidikan merupakan faktor kunci keberhasilan tercapainya tujuan
pendidikan, baik dalam tingkat makro yaitu tujuan pendidikan secara nasional
dan tingkat mikro yaitu lembaga-lembaga pendidikan. Tujuan perencanaan
pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan menggariskan strategi pendidikan
yang sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan
pendidikan pada masa yang akan datang dalam upaya pencapaian sasaran
pembangunan pendidikan.
Perencanaan
pendidikan erat kaitannya dengan perencanaan pembangunan nasional, karena yang
menjadi muara garapannya adalah manusia dan jika perencanaan pendidikan
tersebut bersifat nasional maka keberlangsungan bangsa Indonesia bergantung
pada perencanaan tersebut.Perencana pendidikan haruslah orang-orang yang
memiliki kompetensi serta kualifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan
hanya orang yang memiliki kepentingan politik dalam pembuatan kebijakan
pendidikan. Dari pemaparan tersebut, kita sebagai orang yang merasakan imbas dari
kebijakan pendidikan, perlu mengetahui kompetensi serta kualifikasi apa saja
yang dibutuhkan untuk menjadi seorang perencana pendidikan.
Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam jabatan Perencana yaitu sebagai berikut:
a.
Berijazah
serendah-rendahnya Sarjana (S1) dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
untuk jabatan Perencana;
b.
Pangkat
serendah-rendahnya Penata Muda golongan ruang III/a;
c.
Telah
mengkuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang perencanaan,
dan;
d. Setiap
unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir.
B. Rekomendasi
Rekomendasi untuk memperbaiki profesionalisasi jabatan fungsional
perencana yaitu:
1.
Lebih diperjelas kembali struktur kelembagaan agar
adanya kejelasan bagi bidang perencana.
2. Setiap pemimpin
mengeluarkan kebijakan seharusnya dianalisis terlebih dahulu sesuai
dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku.
3. Tingkatkan kembali kinerja Jabatan Fungsional terutama
perencana karena pada lembaga sendiri bergerak dalam bidang perencanaan.
Saud,
Syaefudin.U. (2008). Pengembangan profesi
guru. Bandung: Alfabeta.
Peraturan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara NO.16 Tahun 2001 mengenai Jabatan
Fungsional Perencana Dan Angka Kreditnya.